Rabu, 07 Desember 2011

napak tilas to Ciijambu

Senin, 5 Desember 2011.
10. .... wib..Perjalanan dimulai dari sekretariat tercinta KPPA Caldera FMIPA Unpad bersama dengan 2 saudaraku ucay dan fardhan. Setengah hati dan setengah memaksa, tidak tega mengingat kondisi keduanya tampak masih sangat lelah setelah berkegiatan "ospek" himpunan di Gn. Kareumbi..Tapi waktu yang saya punya hanya hari itu, untuk menunjukkan "keindahan Allah" di hutan Cijambu. 


Hampir 1 jam waktu tempuh Jatinangor sampai Desa Cijambu karena tersendat kemacetan di pasar Tanjung Sari. Pukul 11.40 saat Dzuhur, perjalanan menuju hutan Desa Cijambu dimulai dengan menyusuri hutan Pinus. Beberapa punggungan tersisir dan beberapa tanjakan terlewati. Langkah terasa ringan dengan beban daypack berisi raincoat, kamera pocket, ponsel, sedikit cemilan dan segelas 250 ml air minum.






Lebih dari 1 jam menapaki jalan setapak di hutan pinus dan sesekali waktu kami dipertemukan oleh rimbunan semak tumbuhan Arbei Hutan, Harendong Bulu dan Saliara yang tengah berbuah  matang sehingga menggoda untuk disantap.Memang sedikit, tetapi cukup mengobati rasa lelah yang mulai singgah di tengah perjalanan yang semakin menanjak. 



 
Menuju aliran sungai Cijambu kami disuguhi hamparan padang rumput gajah yang terbuka dan menghadap megah-nya Gunung Kadaka. Saat itu langit mulai mendung, agak berkabut dan agak menitikkan hujan. Sedikit cemas memutuskan untuk meneruskan perjalanan atau kembali pulang, tapi akhirnya perjalanan berlanjut.







Tanjakan terakhir di hutan pinus mengantar kami menuju punggungan Cijambu yang mengantar kami ke gerbang hutan primer Cijambu.
Heterogenitas vegetasi dan samar-samar terdengar suara derasnya sungai mengingatkan kembali euforia di tempat yang kami tuju. Harendong pohon menjadi suguhan yang menggelitik jari untuk membidikkan kamera pocket digital milik ayah yang selalu saya bawa.


Menyusuri lembahan dan punggungan lewat jalan setapak yang labil dengan lebar tidak lebih dari 0,5 m, tiba- tiba saja sebuah pohon besar menghadang menghalangi jalan setapak menuju pos yang kami tuju. Sempat putus harapan bahwa perjalanan akan terhenti, padahal tidak lebih dari 15 menit lagi kami akan sampai di titik akhir tujuan. Tetapi ternyata pohon besar itu dapat dilewati, batangnya yang kokoh mampu menahan beban tubuh kami ketika berpijak melewatinya.



Akhirnya deras sungai dan rimbunnya vegetasi Cijambu bisa saya capai kembali. setelah berjalan selama 2,5 jam. Tempat itu tampak jarang terjamah, terselubung dalam belantara hutan hujan topis dimana semak dan herba tumbuh meraup kemerdekaannya tanpa gangguan dan duri-duri rotan utuh tak terjamah golok penebas penjelajah hutan. Tumbuhan yang masih asing kulihat dan jamur-jamur liar tumbuh subur di kayu-kayu mati. Terasa damai dan misterius bersama iringan rintik hujan dan arus sungai. Tanah datar bekas lapak-lapak camp tampak rimbun oleh tumbuhan yang bisa dipakai sebagai bahan makanan survival. Langit pun tampak ternaungi kanopi vegetasi yang tak sudah lama tidak kami jamah.






Saat rintik hujan mulai berontak, fly sheet hijau meneduhi tubuh kami yang mulai kedinginan sambil menunggu mie rasa empal gentong matang ditemani segelas kopi mochacino dan beberapa jepret foto. Tak hanya hujan yang menemani, ternyata tanpa kami sadari pacet-pacet pun ikut berlabuh di kaki dan mengisap darah dengan melubangi pori-pori kulit. Tampak beberapa pacet berukuran lumayan panjang menggeliat-geliat mencari celah untuk mengisap darah di permukaan kulit. Dengan ukuran yang cukup panjang itu, tak heran tubuh pacet yang sudah "kenyang" bisa menggembung pipih hingga lebar sekitar 0,5 cm dan panjang sekitar 1 cm.




Hampir satu jam, setelah makan siang dan sedikit menyusuri "titik-titik camp" di tempat ini, akhirnya kami putuskan untuk pulang mengejar senja di desa Cijambu. Lebih cepat, selisih hampir satu jam dari lama waktu perjalanan pergi. Tiba di desa, tanah dan jalanan tampak agak basah, tidak seperti  pakaian kami yang basah kuyub. Sedikit cemilan di warung dekat tempat parkir katana biru "keluarga" ku dan beberapa penduduk yang menatapi kami suguhan akhir hari itu di desa Cijambu. Akhirnya, senja menemani perjalanan pulang dari desa Cijambu menuju Jatinangor.


selalu ada hal baru yang kutemukan di setiap tempat yang kudatangai berulang kali..tak pernah sama....
walalupun jalan setapak, jarak, vegetasi dominan, gunung itu semua itu sama..tetap saja Allah memberikan hal-hal baru yang selalu membuatku takjub. sebut saja kutemukan jalur lain menuju titik awal pendakian cijambu, jalan memipir atau teman-teman biasa menyebut "menjahit punggungan", yang ternyata terasa santai namun agak panjang...atau gubug tua yang dulu ada sekarang bahkan tidak tampak bekas puing-puingnya..semua itu terekam jelas di kepalaku..tak bisa kuungkap..
atau juga beberapa vegetasi yang sebelummnya belum pernah kutemukan setidaknya belum pernah kutemui sepanjang beberapa kali saya pulang pergi ke cijambu, sebut saja beragam arbei hutan, harendong bulu dan harendong pohon. juga hamparan "survival food" yang disebut Curculigo, tampak tumbuh subur dan aman di tempat itu..sekilas euforia unggun menyala dalam benak di keheningan hutan. ada juga tmbuhan pacing yang bisa dijadikan "obat" gigitan pacet. sekali-kali di tepi jalan setapak dapat mudah ditemukan antanan gunung untuk sekedar lalapan.