Jumat, 13 Januari 2012

fourth step to situ lembang


My fourth step...
Kenapa empat, karena saat ketiga kalinya saya ke tempat ini adalah bersama 3 orang saudara Caldera dengan menggunakan motor. Hanya sekitar 2 jam untuk makan dan niat mengambil foto survival food di Situ Lembang. Dan akhirnya hanya tersisa memori makan siang mie bersama angsa di tepi danau itu.


Qq (Rizky A.) dan Ian (Ramadhian F.)

Menapaki tanah situ lembang untuk keempat kalinya bersama dua orang sahabat fotografer. Saya berperan sebagai "guide" untuk salah seorang sahabat yang sedang menyelesaikan tugas akhirnya yaitu memotret titik-titik kawasan tertentu yang membentuk formasi Bandung Purba, dimana salah satu titik kawasannya adalah Situ Lembang. Hari itu tanggal 22 Desember 2007, kulihat lewat properties file foto-foto.

Perjalanan diawali dengan cuaca yang cukup mendung sejak berkumpul di terminal Ledeng. Terbesit pikiran iseng untuk membeli kembang api di toko seberang terminal, tapi ternyata melihat harganya yang cukup menguras saku, akhirnya niat itu terurungkan begitu saja dan kami langsung melanjutkan perjalanan menuju Parongpong dengan angkutan desa. Setibanya di kawasan Vila Istana Bunga Parongpong, kami harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki hingga Situ Lembang yang jaraknya mungkin sekitar 5 Km atau lebih. Setidaknya untuk mencapai Situ Lembang dari Parongpong memakan waktu lebih dari 2 jam, dengan  rute yang agak menanjak, melewati kebun penduduk dan jalan raya yang panjang dan berkelak-kelok. Di tengah jalan, cuaca yang mulai tidak bersahabat mengguyur jalan kebun yang kami lewati ditambah dengan kabut yang sesekali turun membawa hawa dingin. 
Kami tiba di tepi Situ Lembang dalam keadaan basah kuyup dan menjelang maghrib, lebih tepatnya saat maghrib. Untunglah saaat tiba hujan dan kabut sudah reda, sehingga saat malam tiba, bayangan bulan yang terang terlihat sangat indah di permukaan air Situ Lembang.
Setelah memasang fly sheet di samping mushola, kami mengganti pakaian, makan secukupnya dan akhirnya menghangatkan diri dibalik sleeping bag masing-masing dengan beratapkan langit. 

Esok paginya, secangkir coklat panas dan mie rebus menemani cerahnya bayangan dinding Sunda Purba terefleksikan di permukaan air danau yang tenang. Sementara angsa penghuni tetap danau itu damai berenang, mengambang seolah tak terusik oleh manusia dan binatang lainnya. Setelah membereskan peralatan dan mendokumentasikan sekitar camp, kami memutar danau memasuki hutan primer untuk menuju titik tertinggi dimana Situ Lembang bisa terlihat jelas dari atas. Salah seorang sahabat saya hanya menunggu di bawah bersama barang-barang camp, sementara saya menemani sahabat yang hendak memotret. 
 
Hanya berbekal 2 botol air minum dan tentunya kamera, di sebuah puncakan Sunda Purba terlihat jelas pemandangan Situ Lembang. Sayangnya salah satu botol yang dibawa sahabat saya terjatuh di tengah perjalanan.

Perjalanan turun dari puncakan itu diwarnai hujan agak deras sehingga kami sempat tersasar. Untungnya saya teringat bahwa di sisi kiri turun kami seharusnya terlihat Situ Lembang, sedangkan saat itu hanya terlihat punggungan lain dari Sunda Purba. Yakin bahwa jalan setapak yang seharusnya kami tuju terlewat, akhirnya terpaksa kami berbalik arah dan menanjak. Ketika mulai reda, saya sadari pula bahwa di tepian jalan yang menanjak itu terdapat banyak tumbuhan kantung semar. Seperti "charger" yang membuat "batere" saya semangat, dengan waktu yang sempit, saya ambil beberapa jepret foto tumbuhan yang selalu membuat saya tertarik dan penasaran.Saat menemukan kembali titik kami tersasar, botol minum yang terjatuh kami temukan kembali sambil kami beristirahat. 


Setelah selesai memotret, kami bergegas menemui sahabat kami yang menunggu dan segera bersiap untuk pulang. Di sebuah gerbang berpapan nama komando kedua sahabat saya berfoto, walaupun ternyata cuaca mulai tidak bersahabat kembali agak gerimis.




Cukup puas membawa sahabat saya ke tempat itu, menunjukkan hal baru dan bertualang bersama. Saat pulang kami kembali menyusuri jalan raya sempit yang berkelok-kelok dalam rintik hujan. Walaupun perut terasa lapar dan tubuh lelah, tapi kami harus mengejar sore agar tidak larut malam.



Saya, tas selendang dan carier petuangan saya di tepi Situ Lembang.
(dok : Rizky A.)

Kamis, 12 Januari 2012

tentang papandayan

second step to situ lembang

second step to situ lembang...menelusuri rute yang hampir sama dengan first step tapi bedanya saya tidak menapakkan kaki di burangrang...
perjalanan kedua bersama saudara-saudara Caldera dan calon adik baru di Caldera..

 



 perjalanan sangat santai dengan cuaca yang cukup cerah, sampai akhirnya kami tiba di situ lembang dan di sana kami bertemu pihak militer yang meminta kami bergegas keluar dari area tersebut. area situ lembang merupakan kawasan latihan militer, oleh karena itu saat ini untuk masuk kawasan tersebut membutuhkan surat izin dari pihak militer.



 saat saya dan saudara-saudara saya berada di sana, aturan memasuki situ lembang belum tegas, tapi sewaktu-waktu secara mendadak pihak militer menggunakan kawasan itu, maka siapapun "sipil" yang ada di dalamnya harus terusir. karena biasanya kawasan itu dijadikan arena untuk latihan menembak sehingga sangat berbahaya bila ada peluru nyasar dan mengenai "sipil".

 

 saat itu kami berjumlah 9 orang, 2 laki-laki dan 7 perempuan, dengan membawa tenda besar kapasitas pas 10 orang. di dalamnya bahkan kami bisa sholat sambil berdiri.peralatan masak dan penerangan juga perlengkapan yang wajib untuk dibawa. kami membuka lapak camp untuk istirahat di sebuah punggungan yang ternyata hampir mendekati puncak "tower" Tangkuban Perahu. di tempat itu kami berbagi lapak bersama pendaki lain yang berasal dari kuningan. sepanjang malam mereka tampak berceloteh dan bernyanyi-nyanyi memecah keheningan hutan di tanah Priangan. kami pun hanya berdiam diri di dalam tenda, mengingat 5 orang perempuan yang kami ajak adalah calon siswa Caldera, yang notabene-nya setidaknya harus kami jaga.
esok pagi harinya rombongan kuningan bergegas sangat pagi, sementara kami masih bersantai memasak dan sarapan pagi. setelah selesai berkemas kami bergegas pergi menuju jalur pulang lewat Tangkuban Perahu. sudah agak siang ketika kami tiba di bibir kawah, cuaca cukup bersahabat untuk kami menjepretkan kamera analog yang selalu saya bawa kemana saya pergi. berbekal rol film kamera tak kurang dari 3 rol, ternyata masih sangat kurang dan akhirnya kami harus cukup puas dengan dokumentasi seadanya. setelah puas berfoto ria, kami langsung bergegas pulang.

Rabu, 11 Januari 2012

fist step to situ lembang

first step to situ lembang..
sudah lama nama tempat itu saya dengar, tapi belum pernah saya datangi. setidaknya sebelum seorang kawan satu jurusan kuliah mengajak saya ke sana. tujuan awal kami adalah survei jalur untuk sebuah acara "rihlah", janjian bersama kawan-kawan lain di terminal lembang sekitar pukul 8 pagi, hingga akhirnya semua membatalkan janji karena berhalangan untuk survei dan akhirnya hanya saya berdua dengan seorang kawan yang juga "petualang". hampir tidak jadi, tapi akhirnya kami teruskan. menuju "lawang angin", sebuah gerbang tak berpagar yang membatasi kawasan situ lembang dengan area perkebunan masyarakat, juga terdapat jalur menuju gunung Burangrang. mencoba mencari jalur tembus menuju situ lembang dari jalan setapak yang mengarah ke Burangrang, sampai akhirnya terjebak dalam jalur pemburu yang rimbun dan terjal. dengan persiapan yang kurang baik beralaskan sandal gunung, kaki sangat tidak aman dari semak dan patahan ranting di permukaan tanah. walaupun akhirnya kami memaksa menerobos semak menuju ke arah situ lembang.
tak banyak yang bisa saya abadikan dengan kamera  karena sibuk menemukan jalur untuk ditembus. pada akhirnya di jalur burangrang itu hanya sempat saya jepretkan kamera pada sebuah jamur tanah yang berbentuk seperti bintang dan berwarna coklat. 
keluar dari rimbunan semak akhirnya kami menemukan kebun penduduk yanng ternyata berada di tepi jalan menuju situ lembang. cukup lama kami berjalan, rintik air turun bersama kabut yang mulai mengaburkan pandangan, tidak lebih dari 10 meter. terlanjur untuk memutuskan berhenti di tengah jalan yang bahkan mungkin hampir sampai. di sebuah jembatan kecil yang membelah sebuah sungai, kami istirahat sejenak dan bersembahyang.

kembali menyusuri jalanan yang cukup untuk sebuah tronton militer, tak berlangsung lama ternyata kami tiba di tepi danau yang hendak kami tuju, "situ lembang". sayang sekali saat itu kabut begitu tebal sehingga tak bisa terlihat pemandangan danau yang dikelilingi gunung Tangkuban Perahu dan dinding Gunung Sunda Purba. beruntung kami bertemu dengan kelompok pencinta alam yang sedang "pendidikan Dasar" di sekitar kawasan itu, mereka menunjukkan jalan tembus ke puncak Tangkuban Perahu. padahal saat itu waktu sudah pukul 3 sore, dan menurut mereka perjalanan akam memakan waktu lebih dari 2 jam. ditemani rintik hujan dan kabut, tanpa persiapan camp dan logistik makanan, kami terus berjalan dengan sekali-kali istirahat untuk menjepretkan kamera sebagai sebuah dokumentasi perjalanan dan dokumentasi pribadi alias narsis.

 akhirnya perjalanan kami lanjutkan menuju puncak dan ternyata mampu kami tempuh dengan hanya 1,5 jam. di tangkuban perahu, untunglah cuaca mulai bersahabat sehingga perjalanan menuju lembang walaupun menjelang maghrib tidak terasa "menyeramkan". tepat adzan maghrib, kami tiba di pasar lembang dan langsung saja kami buru semangkuk bakso gepeng dan segelas teh manis.